Akad Qardh
dalam Fikih Islam
I.
Pendahuluan
Qardh
atau utang-piutang merupakan salah satu akad yang telah lama dipraktekkan oleh
manusia. Perbedaan kemampuan secara materil membuat utang-piutang menjadi
sangat niscaya dalam kehidupan. Selain, karena kebutuhan manusia yang
bertingkat-tingkat dan berbeda antara satu dan lainnya.
Salah satu karakteristik yang membedakan antara
syariat Islam dengan yang selainnya adalah bahwa ia berdiri di atas pondasi
moderatisme yang sangat memperhatikan maslahat antara ke dua belah pihak yang
menjadi pelaku akad; muqridh dan muqtaridh, tanpa pandang bulu. Maka,
hak-hak kedua pelaku akad diupayakan untuk dijaga dengan sangat baik, agar baik
peminjam maupun pemberi pinjaman tidak merasa terzalimi, sekaligus memotivasi
umat untuk menghidupkan ruh ta'awun dalam kehidupan bermasyarakat.
Makalah sederhana ini akan mengemukakan konsep akad qardh
dalam Islam sekaligus prakteknya dalam perbankan syariah.
II.
Pembahasan
A.
Akad qardh dalam fikih klasik
1)
Definisi qardh
Qardh
secara bahasa berarti pemotongan (al-qath'u).[5] Qardh
biasa juga disebut salaf. Harta yang diberikan kepada muqtaridh
(penerima utang) disebut qardh karena ia adalah sebagian (qith'ah) dari
harta muqridh (pemberi utang).[6]
Secara istilah, para fukaha mendefinisikan qardh
dengan pemberian harta (barang mitsli[7])
oleh muqridh kepada muqtaridh yang diambil kegunaan dan
manfaatnya dengan menghabiskannya, agar kemudian dapat dikembalikan persis
seperti yang diterima.[8]
Akad qardh merupakan akad kepemilikan, sehingga
barang yang dipinjam/diutangkan berpindah status kepemilikannya dari muqridh
ke muqhtaridh saat telah diserahterimakan. Barang tersebut berada dalam
tanggungannya secara mitsli dan bukan zatnya, artinya saat masa pengembalian, muqtaridh
wajib mengembalikan yang serupa, bukan barang yang sama.
2)
Perbedaan qardh dengan istilah-istilah lain[9]
a.
Perbedaan qardh dan dain
Menurut Abu Hilal al-Askari perbedaan antara keduanya
adalah bahwa qardh lebih sering digunakan pada 'ain (barang) dan uang
kertas, maka harta yang diutangi oleh muqtarid adalah dain sampai
dibayar olehnya. Dain lebih umum dari qardh, setiap qardh
adalah dain, tapi bukanlah setiap dain adalah qardh.
Misalnya, harga yang disepakati pada riba nasâ', hai itu disebut dengan dain bukan qardh.
Pengembalian pada qardh harus sesuai (bil mitsli)
dengan apa yang telah diterima oleh muqtaridh, sedangkan pada dain
tidak seperti itu. Dain juga dapat disyaratkan di dalamnya masa
pembayaran (takjil), hal ini tidak berlaku dalam qardh.
Sedangkan Yusuf Kamal, salah satu ekonom muslim
kontemporer menyatakan bahwa dain lebih identik kepada utang yang muncul
dari akad jual beli (bai' bil ajal), sedangkan qardh dari awal memang
akad sosial (tabarru').
b.
Qardh, âriyah dan ijarah
Ȃriyah
adalah akad peminjaman, memberikan hak manfaat atas suatu barang kepada orang
lain. Sedangkan qardh adalah memberikan hak milik sementara atas
sebagian harta. Dalam peminjaman, si peminjam harus mengembalikan barang kepada
pemiliknya secara utuh, sedangkan dalam qardh sang muqridh akan
mengembalikan uang atau barang sesuai dengan saat diterima olehnya (almitsli).
Ibnu Abidin, seorang ulama dari mazhab Hanafi menyebut qardh sebagai âriyah
ibtidân
hattâ
shahha bilafzhihâ mu'âwadhah intihâan.
Sedangkan ijarah pada hakikatnya adalah âriyah, bedanya dalam ijarah si penyewa akan memberikan upah
atas manfaat yang telah didapatkan dari barang pihak yang menyewakan. Dalam
ijarah penyewa tidak menjamin keutuhan barang yang ia sewa, kecuali jika barang
itu rusak karena keteledoran atau taqshir dan kesengajaan atau ta'addi
saat pemakaian.
c.
Qardh dan wadiah
Dalam wadiah tidak ada pengalihan atas barang seperti
dalam qardh. Seorang mûda' tidak boleh mengambil manfaat dari
barang tersebut, ia hanya berkewajiban menjaganya. Akad wadiah akan berubah
menjadi qardh saat pihak mûda' mengambil manfaat dari barang
tersebut, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Zubair bin Awwam Ra. Dalam wadiah,
seorang mûda' boleh mendapatkan upah atas penitipan barang, sedangkan
hal itu tidak diperbolehkan dalam qardh.
d.
Qardh dan jual beli
Jual beli adalah pertukaran antara barang dan uang atau
lainnya. Dalam akad jual beli (kredit maupun non-kredit), pengalihan hak barang
terjadi secara final, sedangkan dalam qardh hanyalah sementara. Jual
beli juga akan mendatangkan keuntungan, sedangkan qardh pada hakikatnya
didasari oleh spirit tolong menolong. Dengan alasan ini, Rafiq Yunus al-Misri
mengategorikan qardh dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak mendapatkan
upah atau balasan dalam Islam.
3)
Landasan hukum qardh
a.
Alquran
Allah Swt. berfirman:
`¨B
#s
Ï%©!$#
ÞÚÌø)ã
©!$#
$·Êös%
$YZ|¡ym
¼çmxÿÏè»Òãsù
ÿ¼ã&s!
$]ù$yèôÊr&
ZouÏW2
4
ª!$#ur
âÙÎ6ø)t
äÝ+Áö6tur
Ïmøs9Î)ur
cqãèy_öè?
ÇËÍÎÈ
Artinya: "Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan." (QS. Al-Baqarah [2]: 245)
b.
Hadis
Rasulullah Saw. bersabda:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً»
Artinya
: Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda: ”Bukan seorang
muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya
adalah (senilai) sedekah.”(HR. Ibnu Majah)
c. Ijmak
Umat
muslimin sepakat atas kebolehannya, demi kemashlahatan manusia dan karena di dalamnya
terdapat tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.[10]
4) Rukun
dan syarat qardh[11]
Menurut
Hanafiah rukun qardh adalah ijab dan kabul. Sedangkan menurut Jumhur fukaha
rukun qardh adalah:
a. Ȃqid, yaitu muqridh
(yang meminjami) dan muqtaridh (yang meminjam). Qardh adalah akad
atas harta, oleh karena itu disyaratkan bagi yang dibolehkan melakukan tasarruf
atau transaksi. Baik muqridh
maupun muqhtaridh harus memenuhi syarat, diantaranya: baligh, berakal, bijaksana,
mukhtar (tanpa paksaan), maka tidak sah bagi bayi, orang gila, orang bodoh atau
tidak berakal, orang yang mahjur ‘alaih, orang yang dipaksa, karean
mereka semua tidak termasuk orang yang berkecakapan dalam bertasharruf.
b. Ma’qûd ‘alaih, yaitu uang dan
barang.
Menurut jumhur ulama yang terdiri
atas Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, yang menjadi objek akad dalam qardh
sama dengan objek akad salam, baik berupa barang-barang yang ditakar (makȋlat)
dan ditimbang (mauzûnât),seperti emas dan perak dan makanan, maupun qȋmȋyât
(barang-barang yang tidak ada persamaannya di pasaran), seperti hewan, barang-barang
dagangan dan barang yang dihitung. Sedangkan yang tidak boleh dijadikan objek
dalam akad salam seperti permata dan sejenisnya, maka tidak sah juga untuk
dijadikan objek dalam akad qardh. Ulama Hanafiah mengemukakan bahwa ma’qûd
‘alaih (harta) hukumnya sah dalam mâl
mitsli,seperti barang yang ditaksir, barang yang
ditimbang, barang yang dihitung, dihitung dengan meteran seperti kain. Barang-barang
yang tidak ada atau sulit mencari persamaannya di pasaran tidak boleh dijadikan
objek qardh, seperti hewan, karena sulit atau tidak memungkinkan
pengembaliannya.
c. Shȋghah; ijab dan Kabul
Qardh adalah suatu
akad kepemilikan atas harta, oleh karena itu akad tersebut tidak sah kecuali
dengan adanya ijab dan kabul, sama seperti lafaz jual beli dan hibah. Shȋghah
ijab dengan lafaz qardh atau salaf, karena syari’at membolehkan keduanya
atau dengan lafal yang mengandung arti kepemilikan, contohnya: ”Saya milikkan
kepadamu barang ini,dengan ketentuan anda harus mengembalikan pada saya
penggantinya”.
5) Hukum
qardh[12]
a. Dari
sisi muqridh (pemberi pinjaman) hukumnya ialah mandub
b. Dari
sisi muqtaridh (penerima pinjaman) hukumnya ialah mubah
6) Hukuman
penunda pembayaran utang (mathlul ghani)
Mathlul
ghani adalah menunda-nunda pembayaran utang bagi yang
yang telah mampu membayarnya. Tindakan ini adalah sebuah kedzaliman dan
diharamkan.
Dari
Abu Hurairah Ra.berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
مَطْلُ
الْغَنِيِّ ظُلمٌ
Artinya
: "Mathlul
ghani (orang kaya yang menunda-nunda pembayaran hutang) adalah
kezhaliman." (HR. Muttafaq ‘Alaih)
7) Hukum
kesepakatan tempo pembayaran utang
Ulama
fikih berbeda pendapat mengenai pensyaratan yang ditetapkan dalam pelunasan
tempo :
a. Jumhur
Ulama yaitu Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah
Bahwasanya tidak diharuskan adanya
pensyaratan tempo pembayaran dalam pelunasan. Akan tetapi apabila syarat tempo
pembayaran ditetapkan ketika terjadinya akad peminjaman, maka seseorang yang
memberi pinjaman berhak meminta pembayaran meskipun sebelum jatuh tempo. Hal
ini disebabkan syarat ketetapan waktu pembayaran dalam akad qardh adalah
batil. Akan tetapi Imam Ahmad bin Hanbal menambahkan dalam perkataannya,
apabila terjadi syarat ketetapan tempo pembayaran maka si peminjam sebaiknya
memenuhi perjanjian tempo yang telah ditetapkan.
b. Ulama
Malikiyah, Imam Laits bin Sa’ad, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim.
Disyaratkannya tempo pembayaran ketika terjadinya
akad hukumnya adalah sah. Apabila telah ditetapkan syarat tempo pembayaran
ketika akad peminjaman, maka si peminjam tidak diharuskan mengembalikan
pinjamannya sebelum jatuh tempo.
8) Perubahan
nilai tukar dan pelunasan utang
Perubahan
nilai tukar atau inflasi adalah kemerosotan nilai uang karena banyaknya dan
cepatnya uang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang yang
disebabkan konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang.[13]
Para
Ulama berbeda pendapat mengenai perubahan nilai alat tukar pada uang kertas dan
pengaruh pada pembayaran utang kepada lima pendapat, yaitu :
a) Pendapat
pertama : Dr. Muhammad Mudhidiin, Dr. Muhammad Asyqar, Dr. Muhammad Sholeh
Farfur dan Dr. ‘Abdul Jabbar
Pendapat ini mengatakan bahwa
pembayaran utang sesuai dengan nilai dari emas dan perak pada saat akad
berlangsung.
b) Pendapat
Kedua : Dr. Qardhawi, Dr. ‘Ali Salus dan Dr. Hisamuddin
Pengembalian utang wajib dilunasi
sesuai dengan jumlah peminjaman pada saat akad, tidak berdasarkan nilai harga
dari emas dan perak.
c) Pendapat
Ketiga : Pendapat ini terbagi menjadi dua keadaan, yaitu :
·
Si peminjam
melunasi utangnya sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan dengan orang
yang telah memberi pinjaman.
Jika terjadi transaksi peminjaman
dan ditetapkan perjanjian pelunasan peminjaman ketika akad, maka si peminjam
harus mengembalikanannya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Maka
dalam hal ini perubahan inflasi tidak berpengaruh dalam pelunasan utang, karena
pembayaran utang terjadi sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan pada
saat akad peminjaman.
·
Tidak menepati
perjanjian pada saat pelunasan.
Apabila si peminjam tidak menepati
perjanjian pada waktu yang telah disepakati sebelumnya, maka dalam hal ini si
pemberi pinjaman harus melihat dalam dua hal. Apabila si peminjam tidak menepati
janji dikarenakan adanya uzur, maka si pemberi pinjaman sebaiknya memberikan
tenggang waktu dan keringanan, Akan tetapi apabila si peminjam secara sengaja
mengundur waktu pembayaran padahal dia mampu untuk membayarnya, maka si pemberi
pinjaman dibolehkan untuk meminta pelunasan pinjaman tersebut.
d) Pendapat
Keempat : Dr. Muhammad Sulaiman Al ‘Ashqar, Dr. Muhammad Usman Syabir
Pendapat ini mengatakan bahwa
apabila seseorang yang meminjam telah melunasi sebagian hutangnya, namun
sebagian lagi belum terlunasi setelah jatuh tempo, maka ditetapkan tambahan
dalam pelunasan sebagian hutangnya yang belum terbayar. Hal ini disebabkan
terlambatnya pembayaran dari waktu yang telah ditetapkan sehingga mengurangi
hak orang yang memberikan pinjaman.
e) Pendapat
Kelima : Syekh Mustafa Rizqa, Dr. Fathi Addarin dan Syekh Khalil Muhiddin
Membagi rata kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak,
yaitu antara si peminjam dan pemberi pinjaman.[14]
9) Waktu
dan tempat pelunasan qardh
Ulama
berbeda pendapat didalam waktu pelunasan hutang, diantaranya terdapat dua
pendapat :
a. Menurut
Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah
Bahwa waktu pelunasan hutang ditetapkan oleh muqtaridh (peminjam).
Oleh karena itu muqtaridh wajib melunasinya sesuai dengan waktu yang
telah ia tetapkan pembayarannya. Dan apabila peminjaman utang dilakukan secara
terpisah-pisah, maka pelunasan tetap harus dilakukan secara keseluruhan.
b. Menurut
Ulama Malikiyah yaitu perkataaan Ibnu Qayyim
Pelunasan pinjaman tidak dilakukan
pada waktu yang ditetapkan dalam tanggungan muqtaridh. Jika terjadi peminjaman
secara mutlak, tanpa adanya syarat pelunasan dalam jangka waktu cepat,
maka muqtaridh tidak diharuskan
langsung melunasi utangnya ketika muqridh (pemberi pinjaman) meminta
pelunasan utang tersebut. Dalam hal ini muqridh memberikan keringanan
dalam jangka waktu pelunasan sesuai dengan ketetapan jangka waktu pada umumnya.
Sedangkan
dalam permasalahan tempat pelunasan pinjaman, para ulama fikih tidak berbeda
pendapat bahwa qardh wajib dilunasi pada negara tempat pelaksanan
transaksi ketika akad peminjaman. Dan ketika muqridh (pemberi pinjaman)
meminta muqtaridh (peminjam) untuk melunasi pinjamannya, maka si
peminjam harus dengan segera melunasinya di tempat (negara ) akad pemberian
pinjaman.
Akan
tetapi apabila muqtaridh melunasi utangnya di negara yang berbeda dengan
tempat akad peminjaman, atau apabila muqridh meminta pelunasan utang
diserahkan di negara yang berbeda dengan akad peminjaman maka kedua keadaan
tersebut dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama fikih dengan syarat
tanpa adanya dhoror, beban dan kesulitan didalam pelunasannya. Seperti di dalam
pelunasan pinjaman dengan mata uang dinar dan dirham.
Namun
apabila didapati beban dan kesulitan dalam pelunasan pinjaman di negara yang
berbeda maka para ulama fikih bersepakat
bahwa hal ini tidak dibolehkan, dikarenakan akan memberatkan. Menurut pendapat
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah hal ini dibolehkan dalam bentuk pengecualian
apabila muqridh telah ridha dengan pelunasan tersebut. [15]
10) Suftajah
Suftajah adalah transaksi keuangan berupa pemberian
pinjaman seseorang kepada orang lain dalam suatu negara disertai dengan
kesepakatan pelunasan utang yang dilakukan di negara yang berbeda.
Ulama
berbeda pendapat mengenai hukum pelaksanaan suftajah :
a. Menurut
Ulama Hanafiyah : Hukum pelaksanaannya adalah karahah tahrimiyah, yaitu
makruh yang sangat diharamkan. Hal ini disebabkan adanya syarat ketika akad
berlangsung.
b. Menurut
Ulama Syafi’iyah : Pelaksanaan Suftajah ini dilarang disebabkan adanya
pengambilan manfaat berupa keuntungan dari pihak pemberi pinjaman terhadap
orang yang diberikan pinjaman.
c. Menurut
Ulama Malikiyah : Suftajah dilarang pelaksanannya dikarenakan terdapat
unsur pengambilan manfaat. Akan tetapi dibolehkan dalam hal pengecualian
apabila dalam keadaan darurat.
d. Menurut
Ulama Hanabilah : Pelaksanaan suftajah dibolehkan apabila terjadi tanpa
adanya pertemuan antara si pemberi pinjaman dan peminjam. Dan pendapat ini
adalah pendapat yang paling rajih.[16]
Akan
tetapi apabila pelunasan hutang dilakukan dengan adanya pertemuan muqridh
dan muqtaridh di negara yang berbeda dengan tempat peminjaman dan nilai
mata uang antara kedua negara tersebut berbeda, maka Ulama Syafi’iyyah,
Hanabilah dan Riwayah Hanafiyyah berpendapat bahwa peminjam utang harus
menyesuaikan dengan nilai mata uang tempat dilakukannya akad peminjaman.[17]
Ibnu Timiyyah, Ibnu Qayyim, dan Ibnu Qudamah
menambahkan bahwa hukum pelaksanaan suftajah dibolehkan secara mutlak,
karena suatu manfaat tidak diambil semata-mata dari seseorang yang meminjam
akan tetapi pengambilan manfaat ini diambil dari keduanya.[18]
11) Hukum riba qardh
Sebelum membahas riba qardh, ada baiknya
memulai pembahasan dengan riba nasiah karena riba qardh merupakan cabang
dari riba nasiah.
Riba nasiah ialah riba (tambahan) yang terjadi
akibat pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukar dua barang yang
tergolong ke dalam komoditi riba, baik sejenis atau berlainan jenis dengan
menunda peyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya.
Riba jenis ini dapat terjadi pada akad perniagaan,
sebagaimana dapat juga terjadi pada akad utang-piutang. Riba nasiah pada
utang-piutang inilah yang disebut dengan riba jahiliah atau riba duyun, yang
dimaksudkan oleh Rasulullah Saw. dalam khutbah beliau di padang arafah saat
menunaikan haji wada'.
عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ:...وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ،
وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ،
فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّه
Dari Ja'far bin Muhammad meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. bersabda : "….dan riba jahiliyah dihapuskan, dan riba pertama yang
aku hapuskan ialah riba kami (kabilah kami), yaitu riba Abbas bin Abdul
Muththalib. Sesungguhnya ribanya dihapuskan semua." (HR. Muslim)
Al-Mujahid ra. berkata: "Dahulu orang-orang
jahiliah bila ada orang yang berutang kepada seseorang (dan telah jatuh tempo
dan belum mampu melunasinya), ia berkata "engkau akan kuberi demikian dan
demikian, dengan syarat engkau menunda tagihanmu, maka pemberi piutang pun
menunda tagihannya."
Hukum riba dengan segala jenisnya termasuk riba qardh
adalah haram. Keharamannya termaktub jelas di dalam Alquran dan Sunah
Rasulullah Saw. di antaranya:
Firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278)
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat,
(dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak pula dianiaya." (QS.
Al-Baqarah: 278-279)
Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: «لَعَنَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ،
وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ»، وَقَالَ: «هُمْ سَوَاءٌ»
Dari Jabir Ra. berkata: "Rasulullah telah
melaknati pemakan riba, orang yang memberikan/membayar riba, penulisnya, dan
dua orang saksinya." Dan beliau juga bersabda: "Mereka itu
sama dalam hal dosanya." (HR. Muslim)
12) Kaidah setiap qard yang mendatangkan manfaat adalah
riba
Pada dasarnya, utang-piutang merupakan akad yang
bertujuan untuk memberikan bantuan dan meringankan kesusahan orang lain. Dengan
tujuan mulia ini, maka syariat Islam mengharamkan setiap keuntungan yang
dikeruk dari piutang. Namun, perlu benar-benar dipahami bahwa kemanfaatan yang
diharamkan adalah jika akad piutang tersebut disyaratkan keuntungannya
di awal akad. Karena seluruh fukaha membolehkan piutang yang mendatangkan
manfaat bila tidak disyaratkan di dalam akad.
Sedang yang berhutang membayarnya atas dasar berbuat baik. Hal inilah
yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Beliau mengembalikan pinjaman dengan
melebihkannya.[19]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: اسْتَقْرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِنًّا، فَأَعْطَى سِنًّا فَوْقَهُ، وَقَالَ: «خِيَارُكُمْ
مَحَاسِنُكُمْ قَضَاءً»
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah Saw.
berutang seekor anak unta pada seseorang, lalu beliau melunasinya dengan
memberi unta yang berumur lebih (di atas unta yang dipinjamnya). Beliau lalu
bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik saat melunasi
utangnya." (HR. Bukhari)[20]
Imam nawawi berkata: "Pada hadis ini terdapat
pelajaran bahwa orang yang berutang disunahkan untuk mambayar utang dengan yang
lebih baik dari piutang yang sebenarnya ia tanggung. Perbuatan ini termasuk hal
yang disunahkan dan akhlak terpuji serta tidak termasuk dalam piutang yang
mendatangkan kemanfaatan yang terlarang. Menurut mazhab kita (mazhab Syafii)
disunahkan untuk memberikan tambahan pada saat pelunasan melebihi jumlah
piutang yang sebenarnya. Sebagaimana diperbolehkan pula bagi pemberi piutang
untuk memerima tambahan tersebut, baik tambahan berupa criteria yang lebih
baik, atau tambahan dalam jumlah, misalnya mengutangi sepuluh, lalu pengutang
memberinya sebelas dinar."[21]
Adapun setiap tambahan yang dipersyaratkan dari suatu
piutang, baik dipersyaratkan secara tertulis sebagai persyaratan atau telah
menjadi tradisi pelaku akad,[22]maka
semuanya dikategorikan riba.
Oleh karena itu, tatkala praktik riba telah merajalela
di negeri Irak, maka sahabat Abdullah bin Salam Ra. berpesan kepada Abu Burdah
untuk tidak menerima hadiah yang diberikan oleh pengutang.
B.
Akad qardh dalam perbankan
1.
Praktek-praktek qardh dalam bank syariah
Qardh
dalam teknis perbankan adalah akad pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah
yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak. Pengembalian pinjaman ditentukan
dalam jumlah yang sama dan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan
bersama) dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam
empat hal, yaitu
a.
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
b.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah,
dengan nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM.
Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
c.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, yang menurut perhitungan bank
akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli,
ijarah atau bagi hasil.[23]
d.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dengan bank menyediakan fasilitas
ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan
mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
Adapun penyimpanan uang oleh nasabah pada bank syariah
dalam bentuk giro, lalu bank menggunakan
dan menginvestasikannya atas seizin nasabah maka yang berlaku dalam akad
ini adalah qardh. Karena bank sebagai wadȋ merupakan muqhtaridh
dan nasabah sebagai muwaddi' merupakan muqhridh.
Ketentuan qardh
a)
Qardh adalah pinjaman
yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
b)
Nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang
telah disepakati bersama.
c)
Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
d)
LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah jika dipandang perlu.
e)
Nasabah dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS
selama tidak diperjanjikan dalam akad.
f)
Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memasyikan
ketidakmampuannya, LKS dapat: (a) memperpanjangn jangka waktu pengembalian,
atau (b) menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Sanksi
Jika nasabah pembiayaan dengan akad qardh tidak
menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan
bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah dapat berupa—dan tidak terbatas
pada—penjualan barang jaminan. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah
tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.
Sumber dana
Dana qardh dapat bersumber dari:
a.
Bagian modal LKS
b.
Keuntungan LKS yang disisihkan
c.
Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada
LKS, yaitu dana yang diperoleh dari muzakki atau kaum dermawan yang berbentuk
zakat, infak, sedekah dan sebagainya, digunakan untuk bantuan yang bersifat
sosial (seperti mendapat musibah dan sejenisnya), atau untuk membantu kaum duafa.
Tujuan akad qardh
a)
Membiayai usaha produktif dari kaum duafa
b)
Pinjaman untuk menutup utang kepada rentenir
c)
Pinjaman untuk biaya sewa rumah
d)
Pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mendesak karena tertimpa musibah
2.
Manfaat qardh bagi LKS[24]
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
pengaplikasian qardh dalam lembaga keungan syariah atau perbankan
syariah antara lain:
Pertama, pencitraan masyarakat terhadap performa LKS
yang tidak hanya mengejar keuntungan semata tetapi juga sosial yaitu dengan
memberikan bantuan dalam peningkatan perekonomian untuk kaum duafa. Ini juga
menjadi ciri pembeda antara lembaga keuangan syariah dan keuangan konvensional.
Kedua,
LKS dari awal bisa membina calon-calon nasabah potensial yang bisa dibantu
melalui produk pembiayaan komersil yang dimiliki, karena telah teruji di saat
nasabah tersebut menikmati produk qardh hasan. Umumnya nasabah yang
loyal akan memperlihatkan kolektibiliti yang baik sehingga LKS bisa membantu
dari jumlah awal yang kecil (qardh hasan) sampai ke jumlah yang besar
(pembiayaan komersil).
Ketiga,
jika pengelolaan dana qardh tersebut dilakukan dengan baik, hal ini akan
mendorong keinginan dari muzakki atau munfiq lainnya untuk mempercayakan
zakatnya, atau infaqnya untuk dikelola oleh LKS melalui Baitul Malnya.
Keempat,
secara tidak langsung, promosi terhadap produk-produk LKS akan terbantu melalui
nasabah qardhul hasan yang berkait dengan aspek sosial LKS.
Jadi
jelas dari keempat manfaat diatas, produk ini bisa menjadi produk yang istimewa
bila diaplikasikan dalam LKS sehingga citra ekonomi syariah menjadi berpihak
bagi umat yang membutuhkan pemberdayaan secara modal. Apalagi bagi BMT yang
notabene lembaga dakwah di bidang ekonomi syariah. Sisi maalnya (sosial) pun
harus berkembang dan menonjol. Dengan begitu, ekonomi syariah sebagai sistem
penyeimbang, adil dan mensejahterakan umat betul-betul bisa diwujudkan.
3.
Obligasi
Obligasi adalah dokumen bermaterai yang menyatakan bahwa penerbitnya
akan membayar kembali utang pokoknya pada waktu tertentu dan secara berkala akan
membayar kupon kepada pemegang obligasi; biasanya, obligasi diikat dengan suatu
jaminan yang dapat dijual untuk melunasi klaim jika emiten[25]
gagal membayar kupon dan pokok pada saat jatuh tempo. Sedang obligasi syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee seta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[26]
4.
Qardh hasan
Dalam buku pintar ekonomi syariah disebutkan bahwa qardh
hasan adalah:
a.
Pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa
imbalan apapun.
b.
Suatu akad pinjam meminjam dengan ketentuan pihak yang menerima pinjaman
tidak wajib mengembalikan dana apabila terjadi force majeure.[27]
Sedang qardh hasan mengacu pada penafsiran
surat Al-Baqarah ayat 245[28]
secara umum bermakna menginfakkan harta di jalan Allah baik dalam jihad,
berperang di atas kebenaran, maupun sedekah yang ditujukan kepada orang-orang
fakir dan yang membutuhkan. Ada juga yang mengatakan bahwa qardh hasan
secara mutlak berarti amal salih. Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa qardh
hasan meliputi qardh syar'i yang terbebas dari riba yang merupakan
bentuk lain dari sedekah. Sebagaimana qardh hasan mencakup berbagai
bentuk sedekah, nafkah wajib dan mustahab.
Maksud dari kata hasan di sini adalah pemberian
pinjaman yang dilakukan oleh seorang muslim atau infak yang dikeluarkan dengan
penuh kerelaan tanpa adanya mann ( mengiringi apa yang dinafkahkan
dengan menyebut-nyebut pemberiannya) dan adza (menyakiti perasaan si
penerima).
Maka atas dasar inilah, qardh hasan tidak
terbatas maknanya seperti yang diduga oleh kebanyakan orang sebagai sebuah
pinjaman yang terlepas dari riba, melainkan secara mendasar mencakup infak dan
sedekah di jalan Allah. Apabila ia bermakna pinjaman yang terbebas dari riba,
maka memaknainya sebagai infak adalah lebih utama.[29]
5.
Produk talangan haji perbankan syariah
Pembiayaan pengurusan dana talangan haji perbankan
syariah merupakan pembiayaan dalam bentuk konsumtif[30]
yang ditujukan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan biaya setoran awal Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditentukan oleh Kementrian Agama, untuk
mendapatkan nomor seat porsi haji dengan menggunakan akad qardh.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada nasabah/calon nasabah
pembiayaan dalam memperoleh fasilitas pembiayaan haji dengan persyaratan mudah
dan proses lebih cepat.[31]
Landasan syariah produk
1.
Dalam pengurusan haji bagi nasabah, bank dapat memperoleh ujrah (imbalan
jasa) dengan menggunakan prinsip ijarah sesuai fatwa DSN-MUI Nomor
9/DSN-MUI/IV/2000
2.
Pembiayaan haji menggunakan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.
29/DSN-MUI/VI/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji Lembaga Keuangan Syariah.
Alur transaksi pembiayaan haji
1.
Nasabah mengajukan permohonan pengurusan perolehan porsi seat haji.
2.
Nasabah mengajukan permohonan untuk keperluan dana setoran awal BPIH.
3.
Bank melakukan analisa atas permohonan pembiayaan haji.
4.
Bila telah disetujui, dilakukan penandatanganan kesepakatan akad.
(ijarah pengurusan perolehan seat haji dan akad pembiayaan qardh).
5.
Bank melakukan pengurusan perolehan porsi seat haji dengan melakukan pendaftaran
melalui SISKOHAT (sistem komputerisasi haji terpadu).
6.
Nasabah melakukan pembayaran atas ujrah yang telah disepakati dan
pelunasan qardh baik secara angsuran maupun sekaligus sesuai
kesepakatan.
Istithâ'ah—sebagai
syarat wajib haji—dalam syariat Islam
Jika seseorang secara financial memiliki kepastian
untuk membayar talangan di masa yang akan datang, misalnya karena gaji yang
cukup, atau penghasilan lain yang stabil, dan sudah barang tentu masuk dalam
perhitungan bank pemberi talangan, maka baginya dapat dikategorikan sebagai
mampu untuk berhaji. Tetapi jika ia tidak memiliki kepastian melunasinya dan
tentu bank tidak akan memberikan talangan pada nasabah yang demikian itu, ia
belum dikategorikan sebagai mampu berhaji.
Persoalan lain yang muncul adalah apakah seseorang
disarankan untuk mencari talangan agar segera berhaji, jawabannya secara hukum
tidak disarankan karena pada saat itu sebenarnya ia belum mampu. Tetapi secara
adab dan ketakwaan bisa saja dengan catatan ia memiliki kecukupan untuk melunasinya
dari gaji.[32]
Ketetapan hukum
tentang dana talangan haji dan istithâ'ah untuk menunaikan haji, hasil
ijtima' ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012[33]:
1.
Hukum pembiayaan pengurusan haji adalah boleh (mubah/jaiz) dengan syarat
mengikuti /taat pada dhawabit yang terdapat dalam fatwa
2.
Upaya untuk mendapatkan porsi haji dengan cara memperoleh dana talangan
haji dari LKS adalah boleh, karena hal itu merupakan usaha dalam rangka
menunaikan haji. Namun demikian, kaum muslimin tidak semestinya memaksakan diri
untuk melaksanakn ibadah haji sebelum benar-benar mampu dan tidak dianjurkan
untuk memperoleh dana talangan haji terutama dalam kondisi antrian haji yang
sangat panjang seperti saat ini.
3.
Pihak pemberi dana talangan haji wajib melakukan seleksi dan memilih
nasabah penerima dana tersebut dari sisi kemampuan financial, standar
penghasilan, persetujuan suami/istri serta tenor pembiayaan.
4.
Pemerintah c/q Bank Indonesia boleh memberlakukan kebijakan pembatasan
kepada perbankan dalam menyalurkan pembiayaan dana talangan haji bila
diperlukan.
[1] Makalah
ini dipresentasikan dalam kajian reguler PAKEIS level III B, pada hari Kamis,
20 Maret 2014, di kantor ICMI
[2] Mahasiswi
tingkat IV, Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah, Jurusan Syariah Islamiyah,
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
[3] Mahasiswi
tingkat III, Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah, Jurusan Syariah
Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
[4] Mahasiswi
tingkat II, Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah, Jurusan Ushuluddin,
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
[6] Wahbah
Zuhaili, Mausû’ah al-Fiqh al-Islâmȋ wa al-Qadhâya al-Mu’âsirah, Dar
al-Fikr, Damaskus, cet. III, jilid 4, hal. 508
[7] Harta mitsli ialah harta yang memiliki persamaan
atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau
kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas
ekonomi. Harta
mitsli terbagi atas empat bagian, yaitu harta yang ditakar seperti
gandum, harta yang ditimbang seperti kapas dan besi, harta yang dihitung
seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter seperti bahan seperti bahan
pakaian, dan papan.
[8] Rafiq Yunus al-Misri, Al-Jâmi' fȋ Ushûl
al-Ribâ, Dar al-Qalam, Damaskus, cet. II, 2001, hal. 214
[9] Makalah kajian PAKEIS level III 'Akad Qardh
(utang piutang) dalam Syariat Islam; Teori dan Praktek', tahun 2012
[14] Dr. Amal Yasin, Diktat kuliah mahasisiwi tk.
III jurusan Syariah Islamiyah Universitas al-Azhar 'Muhâdhoroh fȋ Qadhâyâ
Fiqhiyyah Mu’âshirah'
[15] Wazarah al-Auqhaf wa Suun Islamiyah,
Musû’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, Kuwait, cet. I, jilid 33, 1995, hal 126
[16] Wahbah Zuhaili, op. cit., hal. 518
[17] Wazarah al-Auqhaf wa Suun Islamiyah, hal. 126
[18] Wahbah Zuhaili, op. cit.,, hal. 518
[19] Yusuf Qaradhawi, Fawâid al-Bunûk Hiya Ribâ al-Harâm,
Dar ash-Shahwah, Kairo, cet. III, 1994, hal. 44
[20] Hadis ini dimuat dalam kitab Shahih
Bukhari, bab Husnu al-Qadhâ dan dalam kitab Shahih Muslim,
bab Man Istaslafa syaian faqadhâ khairan minhu
[21] Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh Shahih
Muslim, Dar al-Khair, Beirut, cet. I, 1994, hal. 215
[22] Persyaratan yang tidak dituangkan secara lisan atau tulisan, akan
tetapi persyaratan itu telah diketahui dan diamalkan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Para ulama menuangkan hukum persyaratan ini dalam suatu kaidah المَعرُوفُ عُرفًا كَالمَشرُوطِ شَرطًا (sesuatu yang telah diketahui
secara bersama, bagaikan hal yang telah ditegaskan dalam persyaratan)
[23] Qardh sebagai produk pembiayaan
(permodalan)yang diperuntukkan bagai usaha super mikro yang tidak mempunyai
modal, selain kemampuan berusaha yang baik secara finansial tidak
memberikan keuntungan bagi LKS. Praktek al-Qard di LKS biasanya digunakan
untuk keperluan yang mendesak yang sifatanya ta’awun (sosial). Baik untuk
konsumtif maupun untuk produktif.
Sumber pendanaan Pembiayaan qardh dapat berasal dari beberapa kategori tergantung untuk apa dan siapa yang akan menerimanya. Jika qardh diperuntukkan bagi anggota atau nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Dana tersebut dapat diambilkan dari dana modal LKS. Tetapi, jika skema qardh yang diberikan untuk membantu usaha produktif yang dimiliki faqir miskin, atau usaha super Mikro maka sumber dana dapat diambilkan dari zakat, infaq dan wakaf.
Sumber pendanaan Pembiayaan qardh dapat berasal dari beberapa kategori tergantung untuk apa dan siapa yang akan menerimanya. Jika qardh diperuntukkan bagi anggota atau nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Dana tersebut dapat diambilkan dari dana modal LKS. Tetapi, jika skema qardh yang diberikan untuk membantu usaha produktif yang dimiliki faqir miskin, atau usaha super Mikro maka sumber dana dapat diambilkan dari zakat, infaq dan wakaf.
[25] Emiten adalah perusahaan yang memperoleh dana melalui
pasar modal, baik dengan menerbitkan saham atau obligasi dan menjualnya secara
umum kepada masyarakat. Perusahaan yang mencatat sahamnya dan diperdagangkan di
bursa saham juga disebut emiten.
[26] Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, cet. I, 2010, hal. 559
[28] `¨B
#s
Ï%©!$#
ÞÚÌø)ã
©!$#
$·Êös%
$YZ|¡ym
¼çmxÿÏè»Òãsù
ÿ¼ã&s!
$]ù$yèôÊr&
ZouÏW2
4 ª!$#ur
âÙÎ6ø)t
äÝ+Áö6tur
Ïmøs9Î)ur
cqãèy_öè?
ÇËÍÎÈ
Artinya:
"siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
[30] Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok
bank syariah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan pembiayaan. Menurut sifat penggunaannya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua: pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produk perdagangan (modal kerja)
maupun investasi. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan. Kebutuhan konsumsi
dapat dibedakan atas dua hal: (a) kebutuhan primer, yaitu kebutuhan pokok baik
berupa barang maupun jasa (b) kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan tambahan yang
secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari
kebutuhan primer
Diakses
pada tanggal 17 Maret 2014
BalasHapusKABAR BAIK!!!
Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
BalasHapusTapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati